Crazy Day with Crazy Little Drunken Girl
Kamis, 10 Maret 2011.
Semuanya terlihat oke-oke saja, awalnya. Sarapannya enak, makan siangnya Twaejigogi-free (Korean Pizza itu enak yah :D), dan kelasnya menarik. Hari ini dosen Life and Politics-ku memperdengarkan (dan mempertontonkan) salah satu lagu favorit dari musisi favoritku, John Lennon. Love. Rasanya maknyesss jleb jleb jleb menyaksikan video dan mendengarkan lirik demi lirik besutan Om Lennon ketika sedang berada jauh sekali dari, ehm, pacar.
Oh iya, kenapa Love? Kenapa John Lennon? Kenapa video Lennon dan Yoko Ono yang diputar hari ini, di kelas Politik pula? Yah, begini, politik bukan sekedar urusan kepemerintahan, birokrasi, dialektika berbangsa dan bernegara, atau intrik dan polemik yang membuat banyak orang anti. Bukan, bukan. Yang aku sebutkan tadi hanya salah satu praktek politik yang ditafsirkan kebanyakan orang sebagai pengertian dari politik. Dan aku belajar politik bukan thok untuk 'salah satu praktek' itu. Untuk itulah aku ambil kelas ini, sebagaimana kelas-kelas dari mata kuliah pilihan yang aku ambil di Indonesia.
Sebentar, kembali ke Lennon. Kenapa Love? Karena dosenku--yang aku lupa namanya, serius, nama-nama Korea sangat susah diingat :D--ingin menunjukkan bagaimana lirik dan video bisa menjadi bentuk praktek politik yang tidak kita sadari. Ini disebut daily politics--tema besar dari skripsiku yang tertunda, hehe. Buktinya? Ketika video yang 'dalem' ini diputar di kelas internasional yang notabene para siswanya lumayan bisa berbahasa Inggris, suasana mendadak hening, semua mata terpancang, beberapa meneteskan air mata dan aku, ya itu tadi, merasakan jleb jleb jleb sehingga tak sadar jadi kangen pada pangeran kodok. That's politic! Tentang pengaruh, dan hubungan antara yang mempengaruhi (Lennon, dan dalam hal ini dosenku) dan yang dipengaruhi (kami *ting), serta dampak yang secara tidak sadar ditimbulkan dari pengaruh tersebut. Kangen atau sedih atau marah misalnya. Simpel, kan? Politik itu bisa jadi asyik loh. *Agen jurusan.
Setelah diombang ambing rasa galau di kelas Life and Politics, sore tadi aku berjalan ke Shikdang untuk makan malam. Seperti biasa, harus intip etalase dulu, untuk memastikan si boneka babi pink tidak nangkring di samping menu yang aku pilih. Fiuh! si boneka babi absen hari ini, yang artinya aku bisa makan dengan tenang. Tapi belum sampai dua sendok, aku merasa ada yang aneh. Berbekal bahasa Korea apa adanya, aku kembali ke ajhuma-ajhuma yang bertugas menyajikan makanan, dan, voila! Sudah terkonfirmasi bahwa aku baru saja menelan potongan-potongan Twaejijogi alias Babi. Begini, deh. Membedakan daging Kakap dan Tenggiri saja aku tidak bisa, apalagi Twaejijogi?
Akhirnya aku meninggalkan piring makan malam dengan nasi dan lauk pauk yang masih penuh untuk pertama kalinya dalam hidupku, dan pulang ke 11 Dong dengan perut masih lapar. Setelah bersih-bersih dan magriban, aku turun ke student lounge, niatnya hanya membuat mi instan dan secangkir cappuccino dan nongkrong-nongkrong sebentar bersama Anna (Weisflog) dan Alyona.
Mi instanku belum habis separuh, ketika mataku terpancang ke cewek yang berdiri sempoyongan di pintu utama 11 Dong. Tampaknya si cewek lupa passcode atau lupa bawa nadi tangan kanan *loh. Baru saja Anna mau beranjak dari sofa, seorang cewek lain sudah berlari-lari kecil membantu membukakan pintu. Si cewek chubby tadi berjalan zig zag masuk ke lift dan sejurus kemudian keluar lagi di lantai yang sama, lalu masuk ke ruang baca, sebelum akhirnya keluar lagi sambil setengah tidur. Kami, yang menyaksikan adegan itu dari student lounge langsung menebak dengan tepat bahwa si cewek chubby lagi mabok. Ya, mabok, drunk. Cewek mabok yang tampaknya lupa memencet tombol angka di lift tadi kemudian memilih naik tangga dengan masih sempoyongan dan, tak lama, kami mendengar suara Tess dan Alexia menjerit-jerit. Yak, si cewek mabok ternyata salah masuk kamar, mengira kamar Tess dan Alexia adalah kamarnya dan tidur di atas kasur Tess yang ada penghuninya! Semua cewek-cewek GSP yang tinggal di lantai dua langsung berhamburan keluar kamar dan ikut menonton adegan jejeritan itu. Memang hanya menonton, karena dua alasan:
1. Siapa yang berani mendekati cewek yang mabuk berat dan meludah kemana-mana?
2. Jika ada yang cukup berani, siapa di antara cewek GSP yang bisa berbicara bahasa Korea cukup lancar pada seorang cewek Korea yang mabuk berat?
Jawabannya adalah Alyona.
Tak tega melihat Alyona mengatasi si cewek mabok sendirian, aku ikut memegangi si cewek dan mengantarkannya ke dalam lift. Alyona terus-terusan bertanya di mana kamarnya, dan si cewek terus-terusan bergumam "Ommmm." Aku mengobrak abrik isi tas si cewek untuk mencari ponsel yang mungkin bisa menghubungkan kami ke orang yang dia kenal. Siapa tahu dia malah salah masuk gedung? Tapi ponselnya tak bisa ditemukan. Aku mencari-cari apapun yang bisa membantu kami mengembalikan cewek ini ke kamarnya, tapi yang kutemukan hanyalah dompet dan beberapa buku. Di dompetnya, aku temukan kartu mahasiswa, dan ternyata cewek ini adalah freshman alias mahasiswa baru. Tak lama, aku mendengar si cewek menggumamkan lantai kamarnya. 15. Kami naik dari lantai 2 ke lantai 16, sebelum turun satu lantai lagi ke lantai 15 sambil terus memegangi badan si cewek yang abotnyaaa ya Alloh.. dan dia salah kamar (lagi), lalu bilang lantai 6. Oke, fine. Menolong orang nggak boleh setengah-setengah. Kami turun lagi ke lantai 6, dibantu seorang cewek Korea dari lantai yang sama, sambil sesekali mengelak dari lontaran ludah si cewek mabok.
Akhirnya sampailah kami di depan kamar nomor 606, yang posisinya sama persis seperti ruang baca, kamar Tess dan Alexia dan kamar 1506, di lantai yang berbeda. Setelah satu jam pencarian kamar dan 6-7 kali salah passcode, akhirnya cewek chubby yang mabok berat itu terlontar juga ke kasurnya. Fiuh!
Aku menghabiskan sisa hari ini dengan memainkan permainan kartu a la Rusia menggunakan kartu Indonesia yang bergambar wayang, pemberian pangeran kodok. Bosan bermain kartu Rusia, kami belajar bermain Ligretto, permainan kartu khas Jerman. Terlalu bingung, kami beralih memainkan permainan kartu Indonesia yang paling simpel: ngombe. Apa ya bahasa Indonesianya? Entahlah, ngombe terlalu sulit diucapkan si bule-bule, jadi kami mengganti nama permainan itu dengan 'Coca Cola'. Kurang Indonesia rasanya kalau belum ada bedak atau lipstik atau spidol untuk mendekorasi wajah yang kalah. Kami pakai krim tangan. Dan begitulah, hari ini kami tutup dengan kartu-kartu berserakan, muka penuh krim tangan, keripik kentang, sambel botol, coklat, musik, video-video lucu dan, seperti biasa, picturization alias foto-foto :D
Siapa bilang hari baik dan buruk tidak bisa jadi satu? *wink
Semuanya terlihat oke-oke saja, awalnya. Sarapannya enak, makan siangnya Twaejigogi-free (Korean Pizza itu enak yah :D), dan kelasnya menarik. Hari ini dosen Life and Politics-ku memperdengarkan (dan mempertontonkan) salah satu lagu favorit dari musisi favoritku, John Lennon. Love. Rasanya maknyesss jleb jleb jleb menyaksikan video dan mendengarkan lirik demi lirik besutan Om Lennon ketika sedang berada jauh sekali dari, ehm, pacar.
Oh iya, kenapa Love? Kenapa John Lennon? Kenapa video Lennon dan Yoko Ono yang diputar hari ini, di kelas Politik pula? Yah, begini, politik bukan sekedar urusan kepemerintahan, birokrasi, dialektika berbangsa dan bernegara, atau intrik dan polemik yang membuat banyak orang anti. Bukan, bukan. Yang aku sebutkan tadi hanya salah satu praktek politik yang ditafsirkan kebanyakan orang sebagai pengertian dari politik. Dan aku belajar politik bukan thok untuk 'salah satu praktek' itu. Untuk itulah aku ambil kelas ini, sebagaimana kelas-kelas dari mata kuliah pilihan yang aku ambil di Indonesia.
Sebentar, kembali ke Lennon. Kenapa Love? Karena dosenku--yang aku lupa namanya, serius, nama-nama Korea sangat susah diingat :D--ingin menunjukkan bagaimana lirik dan video bisa menjadi bentuk praktek politik yang tidak kita sadari. Ini disebut daily politics--tema besar dari skripsiku yang tertunda, hehe. Buktinya? Ketika video yang 'dalem' ini diputar di kelas internasional yang notabene para siswanya lumayan bisa berbahasa Inggris, suasana mendadak hening, semua mata terpancang, beberapa meneteskan air mata dan aku, ya itu tadi, merasakan jleb jleb jleb sehingga tak sadar jadi kangen pada pangeran kodok. That's politic! Tentang pengaruh, dan hubungan antara yang mempengaruhi (Lennon, dan dalam hal ini dosenku) dan yang dipengaruhi (kami *ting), serta dampak yang secara tidak sadar ditimbulkan dari pengaruh tersebut. Kangen atau sedih atau marah misalnya. Simpel, kan? Politik itu bisa jadi asyik loh. *Agen jurusan.
*
Setelah diombang ambing rasa galau di kelas Life and Politics, sore tadi aku berjalan ke Shikdang untuk makan malam. Seperti biasa, harus intip etalase dulu, untuk memastikan si boneka babi pink tidak nangkring di samping menu yang aku pilih. Fiuh! si boneka babi absen hari ini, yang artinya aku bisa makan dengan tenang. Tapi belum sampai dua sendok, aku merasa ada yang aneh. Berbekal bahasa Korea apa adanya, aku kembali ke ajhuma-ajhuma yang bertugas menyajikan makanan, dan, voila! Sudah terkonfirmasi bahwa aku baru saja menelan potongan-potongan Twaejijogi alias Babi. Begini, deh. Membedakan daging Kakap dan Tenggiri saja aku tidak bisa, apalagi Twaejijogi?
Akhirnya aku meninggalkan piring makan malam dengan nasi dan lauk pauk yang masih penuh untuk pertama kalinya dalam hidupku, dan pulang ke 11 Dong dengan perut masih lapar. Setelah bersih-bersih dan magriban, aku turun ke student lounge, niatnya hanya membuat mi instan dan secangkir cappuccino dan nongkrong-nongkrong sebentar bersama Anna (Weisflog) dan Alyona.
Mi instanku belum habis separuh, ketika mataku terpancang ke cewek yang berdiri sempoyongan di pintu utama 11 Dong. Tampaknya si cewek lupa passcode atau lupa bawa nadi tangan kanan *loh. Baru saja Anna mau beranjak dari sofa, seorang cewek lain sudah berlari-lari kecil membantu membukakan pintu. Si cewek chubby tadi berjalan zig zag masuk ke lift dan sejurus kemudian keluar lagi di lantai yang sama, lalu masuk ke ruang baca, sebelum akhirnya keluar lagi sambil setengah tidur. Kami, yang menyaksikan adegan itu dari student lounge langsung menebak dengan tepat bahwa si cewek chubby lagi mabok. Ya, mabok, drunk. Cewek mabok yang tampaknya lupa memencet tombol angka di lift tadi kemudian memilih naik tangga dengan masih sempoyongan dan, tak lama, kami mendengar suara Tess dan Alexia menjerit-jerit. Yak, si cewek mabok ternyata salah masuk kamar, mengira kamar Tess dan Alexia adalah kamarnya dan tidur di atas kasur Tess yang ada penghuninya! Semua cewek-cewek GSP yang tinggal di lantai dua langsung berhamburan keluar kamar dan ikut menonton adegan jejeritan itu. Memang hanya menonton, karena dua alasan:
1. Siapa yang berani mendekati cewek yang mabuk berat dan meludah kemana-mana?
2. Jika ada yang cukup berani, siapa di antara cewek GSP yang bisa berbicara bahasa Korea cukup lancar pada seorang cewek Korea yang mabuk berat?
Jawabannya adalah Alyona.
Tak tega melihat Alyona mengatasi si cewek mabok sendirian, aku ikut memegangi si cewek dan mengantarkannya ke dalam lift. Alyona terus-terusan bertanya di mana kamarnya, dan si cewek terus-terusan bergumam "Ommmm." Aku mengobrak abrik isi tas si cewek untuk mencari ponsel yang mungkin bisa menghubungkan kami ke orang yang dia kenal. Siapa tahu dia malah salah masuk gedung? Tapi ponselnya tak bisa ditemukan. Aku mencari-cari apapun yang bisa membantu kami mengembalikan cewek ini ke kamarnya, tapi yang kutemukan hanyalah dompet dan beberapa buku. Di dompetnya, aku temukan kartu mahasiswa, dan ternyata cewek ini adalah freshman alias mahasiswa baru. Tak lama, aku mendengar si cewek menggumamkan lantai kamarnya. 15. Kami naik dari lantai 2 ke lantai 16, sebelum turun satu lantai lagi ke lantai 15 sambil terus memegangi badan si cewek yang abotnyaaa ya Alloh.. dan dia salah kamar (lagi), lalu bilang lantai 6. Oke, fine. Menolong orang nggak boleh setengah-setengah. Kami turun lagi ke lantai 6, dibantu seorang cewek Korea dari lantai yang sama, sambil sesekali mengelak dari lontaran ludah si cewek mabok.
Akhirnya sampailah kami di depan kamar nomor 606, yang posisinya sama persis seperti ruang baca, kamar Tess dan Alexia dan kamar 1506, di lantai yang berbeda. Setelah satu jam pencarian kamar dan 6-7 kali salah passcode, akhirnya cewek chubby yang mabok berat itu terlontar juga ke kasurnya. Fiuh!
*
Siapa bilang hari baik dan buruk tidak bisa jadi satu? *wink
Komentar