Jurnal Kehamilan #2: Drama Trimester Pertama Benar Adanya

Mumpung sedang rajin-rajinnya, saya akan lanjut berkisah tentang cerita-kehamilan-pertama-jauh-dari-emak-di-tanah-rantau-saat-pandemi-Coronavirus. 

Meskipun setelah pemeriksaan testpack mandiri dilakukan, kami masih belum berani ke dokter (Thanks lho ya Om Covid), aku dan suami sudah Insya Allah yakin bahwa kami hamil. Dengan demikian, semua langkah yang dilakukan setelahnya adalah untuk menjaga dan mengantisipasi segala resiko yang rentan muncul di trimester pertama.

Oh iya, kami membiasakan untuk menyebut bahwa yang hamil adalah kami, meskipun yang perutnya nanti akan membesar adalah aku doang. Tapi kami hamil, menjaga kehamilan, merasakan ketidaknyamanan masa-masa kehamilan, ngidam, melahirkan dan membesarkan bersama-sama. Romantis banget ngga sih ya ampun.

Pada trimester pertama, mulai dari hasil testpack 2 garis hingga tulisan ini diluncurkan nanti di minggu ke-12 alias 3 bulanan, hal-hal ini terjadi, setidaknya pada kami.

Siap-siap Bumils!


Minggu ke-4: Mual dan Lemas, Mendadak Manja ke Pak Suami.

Jelang minggu ke-4 adalah fase ketika kami mulai curiga kalau hamil. Ada satu kondisi--sebelum testpack--di mana perut terasa sangat tidak enak, kembung, sakit pada titik-titik tertentu di pinggang, sendawa dan buang angin terus-terusan, semacam masuk angin level advanced. Di satu malam ketika keanehan ini terjadi, suami sepanjang malam memijat pinggang dan mengusap perut dengan minyak angin sampai ketiduran. Kondisi ini baru berakhir sore harinya.

Setelah testpack pertama, mual dan lemas mendadak mampir dan nggak mau pergi sama sekali. Sebagai bumil amatir, tentu kaget dengan perubahan mendadak seperti ini. Pada usia kehamilan ini, jalan kaki ke lobi apartemen untuk mengambil delivery saja sudah menghasilkan keringat dan kelelahan yang lumayan. Andalanku adalah nggendolin lengan suami, baring di kasur dan kerja sambil senderan bantal sepanjang hari. Untungnya, saat baru beradaptasi dengan mual, lelah dan lemas ini, kantor suami menghadapi PSBB akibat pandemi Corona ini dengan sistem kerja work from home. Maka setiap menit setiap waktu, ada suami yang menemani. Siap siaga membuatkan teh panas tiap habis muntah, memesankan makanan dan memijat punggung dan kaki tanpa perlu menunggu pulang kantor. Sebuah privilege yang belum tentu bisa dirasakan Ibu hamil saat tidak sedang ada pada era pandemi.

#TipsBumilAmatir #MualMuntah: 

1. Jangan terbebani dengan mual dan muntah, karena ini tanda hormon Human Chorionic Gonadotropin (hCG) yang kita miliki berkecukupan untuk menopang tumbuh kembang plasenta dede bayi. Semakin mual, harus semakin gembira!

2. Ketika muntah, seluruh perut serasa ditarik ke atas, mata berair dan kadang menyebabkan pusing atau berkunang-kunang. Usahakan berpegangan ketika muntah, dan JANGAN PERNAH MENGUNCI PINTU KAMAR MANDI SAAT MUNTAH. Aku pernah hampir jatuh setelah muntah berat, ndak kebayang gimana kalau jatuh dan suami/keluarga tidak bisa membuka pintu untuk memberikan pertolongan.

3. Beragam warna muntah yang wajar, bisa dikenali dan ada penyebabnya. 
- Muntah kuning atau hijau yang asam/pahit adalah hal yang wajar terjadi jika muntah terjadi saat perut kosong. 
- Muntah bertitik merah, berarti ada darah yang ikut keluar. Jangan panik, selama darahnya sedikit, itu hanya tanda kerongkongan luka dan akan pulih sendiri. 
- Muntah kecoklatan (ketika tidak sedang makan coklat atau makanan berwarna coklat), terjadi jika ada perdarahan di lambung akibat tertarik dorongan muntah. Jika terjadi berulang kali, saranku ceritakan ke dokter saat pemeriksaan ya!

4. Jangan langsung bangun dari kasur di pagi hari: Buka mata dahulu, dilanjutkan duduk bersandar perlahan, lalu minta bantuan suami untuk mengambilkan makanan kecil/sediakan kurma/biskuit/minuman berkalori di sebelah tempat tidur. Kadang hal ini dapat mencegah mual, jika tetap mual dan muntah, setidaknya kita tidak akan mengalami muntah kuning pahit asam.  

 

Minggu ke-5: Eneg Luar Biasa pada Bau dan Makanan Tertentu.

Percayalah, Kisanak Nisanak sekalian. Ketika hamil, indra penciuman meningkat tajam setajam silet pisau cukur brewok suami. Secara umum, aku jadi sangaaaat eneg pada bau dapur. Setiap lewat dapur, selalu menahan nafas. Tidurpun wajib bawa parfum dan minyak kayu putih karena bau dapur bisa sewaktu-waktu menyerang. Padahal, dapurku sama sekali tidak memiliki sumber bau, sampah dibuang rutin setiap hari, meja dan kompor dilap setiap hari. Tetap saja jenis bau ini adalah yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Membayangkannya saja sudah membuat rahang dan mulut ngilu dan mual.

Tidak hanya bau dapur, mendadak aku juga membenci parfum suami yang dulunya kusukai sekali. Jadi, suami harus ngumpet-ngumpet pakai parfum di balkon atau di parkiran, setiap mendadak harus meeting ke kantor. Sebaliknya, aku mendadak doyan bau deodoran spray belio (AXL hitam putih kalo ndak salah). Pada malam-malam di mana rasa eneg menyerang, aku minta Bojojo memakai deodoran spray-nya sebelum tidur, dan aku sendiri menyemprotkan Body Shop Moringa Body Mist dan Body Milk andalanku yang Alhamdulillah baunya anti gagal, ke kasur dan badan. Siapapun yang masuk ke kamar kami, akan syok karena wangi yang keterlaluan.

Satu lagi hal yang aku benci, padahal dulu sangat aku sukai adalah masakan sendiri dan daging ayam. Kehamilan ini sungguh aneh karena segala jenis masakan yang diproduksi tangan sendiri ataupun tangan suami, memicu mual tiada tara. Begitupun daging ayam yang sejak kuliah sampai sebelum menikah menjadi makanan kecintaan, mulai dari ayam geprek, ayam penyet, kremes, fillet hingga suwir. Daging unggas satu ini, meski seberapa enakpun di lidah, ketika masuk perut akan meronta minta keluar lagi. Untungnya embrio kesayangan masih menerima daging bebek, sapi, kambing bahkan ikan-ikanan yang potensi amisnya lebih tinggi. Minusnya, trimester pertama mayan bikin kantong tipis karena tiap hari Go Food Grab Food-an tanpa absen.

Oh, per minggu ini juga aku memutuskan tidak melanjutkan puasa Ramadan. Karena frekuensi muntah yang mencapai 2-4 kali sehari dan mengeluarkan semua makanan yang berhasil tertelan, aku kuatir embrio di kandungan ini akan kekurangan nutrisi yang dia perlukan untuk bertumbuh. Padahal, pada masa ini sumsum tulang belakang embrio mulai terbentuk, begitupula dengan tabung saraf dan tentu saja jantung yang mulai membentuk bilik-bilik. Setelah berkonsultasi dengan banyak pihak, diputuskan untuk mengganti ketertinggalan puasa wajib ini dengan fidyah.


Minggu ke-6: Mellow, Nggak Pedean dan Jerawatan.

Memasuki minggu ke-6, Alhamdulillah kami mulai menemukan sedikit solusi untuk rasa mual yang menyerang: Susu Emesis. Kami membeli merk Prenag*n yang mudah didapat di minimarket-minimarket dekat apartemen. Secara umum, seperti namanya, Susu Emesis ini diganyang-ganyang memiliki kandungan yang diperlukan bumil trimester awal untuk mengurangi rasa mual. Entah sugesti atau memang ada alasan saintifiknya, sejak hari kedua mengkonsumsi susu ini, rasa mual lumayan berkurang. Jika sebelumnya makanan bisa langsung dikeluarkan melalui muntah, pada masa ini setidaknya makanan bisa ditahan berada di perut 1-3 jam sebelum nanti diputuskan oleh si bayik: kalah dan termuntahkan, atau menang dan tercerna. Alhamdulillah, walaupun mual tidak serta merta hilang karena Susu Emesis, bumil amatir ini masih bisa makan nasi, mie, sayur dan teman-temannya, meskipun setiap proses pilih makanan harus dimulai dengan membayangkan dahulu visual dan bau si makanan. Jika diterima otak, suami akan sigap memesan dan mengambilkan ke lobi.

Di satu pagi di Minggu ke-6 ini, diriku tiba-tiba mendapati 5 buah jerawat muncul bersamaan di dahi atas. LIMA BIJI DAN BERJEJER MEMBENTUK PENTAGON. Persis logo TVRI jaman dulu, kebayang nggak? Sungguh syok diriku yang semasa gadis ini mentok-mentok cuma diserang 1 jerawat dalam satu semester. Selain jerawat Pentagon ajaib, di Minggu ini juga jadi lebih sering ngaca makin sering pula merasa: "Apalah aku ini, kenapa kucel betul. Jerawatan, lepek, item, berlemak. Kenapa suami mau kepadaku kenapaaa?"

#TipsBumilAmatir #Skincare: Meski menyebalkan, jangan pernah mengobati jerawat atau flek yang muncul dengan obat-obatan sembarangan yaa. Karena komposisi obat jerawat (Khususnya Salicylic Acid, Retinoid apalagi Hydroquinone) haram hukumnya untuk Bumil. Cek dulu skincare kita untuk memastikan kandungannya. Sepanjang pencarianku, Indonesia belum secara tegas mengelompokkan dan mempublikasikan kandungan larangan ini (Kalau salah, mohon koreksi ya), tapi untuk lebih lengkapnya, bisa pakai patokan negara lain di link ini atau link ini.

Oh iya. Ini juga menjadi fase bumil jatuh cinta lagi pada Pak Suami. Sampai pada tahap melow mimbik-mimbik.

Jika sebelumnya kami berbagi tugas 50:50 dalam pekerjaan rumah, di trimester pertama ini semua ditangani suami: mulai dari mencuci baju, mencuci piring, menyapu dan beberes, nyetrika, hingga memasak atas bimbingan istri yang menutup hidung di pojokan. Setiap kali mengerjakan pekerjaan rumah, Bojojo terlihat jauh lebih ganteng dan charming. Terakhir, ketika sudah tak tertahankan, Bojojo membersihkan tiap sudut lemari dan laci dapur untuk mengurangi bau dapur yang dibenci istrinya ini. Mengunci istrinya di balkon dengan dibekali eskrim dan hape, paksu mengeksekusi pekerjaannya dengan detail. Lalu didapatkanlah apa yang menjadi musabab mual dari dapur: bawang-bawangan. Akhirnya kutahu sudah bahwa kehamilanku tidak bisa menerima bau bawang, utuh atau bubuk, mentah ataupun dimasak. Dengan disingkirkannya perbawangan dari laci dapur oleh suami, mual akibat bau dapur jauh berkurang.

Suatu hari, kami berdebat halus soal penggunaan obat mual. Saking sensitifnya, aku menangis terisak-isak, padahal suami sama sekali tidak menggunakan kata-kata kasar. Dengan telaten suami memandu untuk menyelesaikan perselisihan dan akhirnya perdamaian dicapai dalam 1x24 jam. Di hari yang lain, aku menatap suami mencuci piring yang seabrek-abrek dan mendadak air mata mengalir. Antara kasihan, bersyukur, pengen meluk tapi badan lemes, dan segala perasaan campur aduk lainnya yang di saat normal sebenarnya tidak perlu diiringi derai air mata juga.

Sungguhlah ajaib kehamilan ini.


Minggu ke-7 dan ke-8: Frekuensi Muntah Naik Tajam dan Ndak Kuwat Makan

Ini menjadi minggu yang cukup berat karena frekuensi muntah lumayan meningkat, dari 2-4 kali sehari, memasuki minggu ke-8 menjadi 6 kali sehari. Drama muntah-muntah hebat ini terjadi di akhir bulan Ramadan dan di Idul Fitri yang membuat konsentrasi ibadah jauh menurun. Rasa bersalah juga semakin kuat ke suami, karena selain masih nggak bisa masak, pada tahap ini juga nggak bisa setiap hari nemenin sahur, lebih sering kebablasan tidur dan baru dibangunkan saat adzan subuh, dan seringkali tidak berjalan lancar karena suami juga kebablasan tidak sahur. 

Frekuensi mual dan muntah yang berlebih ini membuat aku jadi tidak kuat banyak bergerak, salat pun sering kali dilakukan sambil duduk, karena jika berdiri, akan langsung limbung dan ketika ruku isi perut mendesak keluar. Tidur juga beberapa kali dilakoni sembari duduk bersandar di dinding kasur. Selain karena tidak kuat, juga karena tidak ingin makanan yang berhasil masuk dengan susah payah keluar lagi dengan mudahnya hanya karena 1-2 guncangan kecil pada perut.

Iya, itu. MasyaAllah hamba nggak kuat sekali makan. Membayangkan makanan pun tidak lagi menyenangkan, apalagi masak dan menghadap makanan. Dalam sehari, menelan lima sendok nasi sudah merupakan prestasi. Beberapa makanan yang bisa diterima perut pada periode ini hanyalah biskuit, susu, eskrim, bubur ayam dan beberapa buah-buahan.

#TipsBumilAmatir #SusahMakan: Sebel memang ketika dipaksa makan saat mual dan nggak sanggup. Eits, kita yang pegang kontrol ya. Makanlah saat nyaman, makan apa saja yang diinginkan, wajib berkata tidak ketika nggak mau, tapi wajib juga ingat bahwa ada bayi segede kacang yang belum bisa makan sendiri, jadi harus kita sediakan nutrisi via tali pusarnya. Suka eskrim? Coklat? Takut nggak sehat? di Trimester 1 mah makan aja nggak papa, seru kan *kata dokter wkwk. 

Untungnya punya eyang putri owner katering adalah, tidak akan dia biarkan cucu-cucunya berlebaran kelaparan di perantauan. Pada minggu ke-8 ini kami mendapatkan kiriman opor ayam, sambal kreni, chicken wings dan teman-temannya untuk bekal lebaran nanti. Alhamdulillah, suami dan adek ipar yang nanti ikut berlebaran di apartemen kami setidaknya mendapatkan sesuatu untuk dimakan, ala ala lebaran beneran.


Minggu ke-9: Bingung Memilih Dokter Kandungan.

Memasuki usia gemas-pengen-segera-periksa ini, kami masih belum memutuskan Obgyn mana yang mau dikunjungi untuk pemeriksaan kehamilan pertama. Pada fase ini, kebetulan kami juga sedang pindah apartemen. Meskipun menggunakan Taksi Online, gerakan yang lebih banyak dari biasanya ini tetap melelahkan dan bikin mual sepanjang perjalanan. Kondisi yang masih lemas dan pindahan yang belum selesai ini juga membuat kami sepakat untuk menunda dulu pemeriksaan kandungan.

#TipsBumilAmatir #JadwalPemeriksaan: Merangkum beberapa masukan dari budhe yang berprofesi sebagai dokter kandungan serta teman-teman dokter dan bidan, pada masa pandemi seperti ini, memeriksakan kandungan bisa dilakukan pada: 1x di Minggu ke-10 sampai ke-13, 1x di minggu ke-20. 2 minggu sekali di usia 7-8 bulan dan 1 minggu sekali pada bulan ke-9/menjelang kelahiran, kecuali atas petunjuk dokter setelah menimbang kondisi kehamilan kita (Setiap kehamilan berbeda-beda).

Setelah pertimbangan yang sangat panjang, menampung masukan orang tua, sepupu-sepupu suami yang hamil di Jakarta, serta nasihat para profesional, kami mengerucutkan pilihan dokter pemeriksaan kandungan, meskipun masih belum ketok palu:

#TipsBumilAmatir #MemilihDokter: 
    1. Tentukan di mana akan melahirkan. Sebisa mungkin dokter kandungan yang dipilih adalah dokter yang akan membantu kelahiran juga, sehingga tidak kehilangan rekam jejak kehamilan dari awal hingga partus.
    2. Karena kami di Jakarta, kami utamakan jarak. Seleksi fasilitas klinik/rumah sakit/dokter kandungan yang berada pada jarak yang dekat dari tempat tinggal. Bayangkan ada masalah *Amit-amiiit* pada kehamilan, atau sudah pecah ketuban dan harus menghadapi macet karena kekeuh mau melahirkan di provider yang jauh dari rumah. Imma say no. 
    3. Jangan ragu ubah dokter/faskes/target provider jika tidak nyaman. Nggapapa dibilang pilih-pilih, karena ini menyangkut kesehatan dan kenyamanan fisik dan mental Ibu dan anak. Nggak sedikit cerita dari teman-temanku yang aku dapatkan soal dokter yang risih ditanya-tanya, tidak detail, bidan yang galak dan faktor-faktor lain yang bikin bumil atau ibu yang baru melahirkan nangis-nangis bombay.  
    4. Covid-19 Alert. Jangan dekat-dekat dengan fasilitas kesehatan rujukan Covid-19, atau dalam versi kami, jangan dekat-dekat dengan fasilitas kesehatan umum sama sekali. Jadi pilihannya hanyalah dokter praktek, klinik dokter, atau rumah sakit khusus Ibu dan Anak saja. 


Minggu ke-10: Mulut Pahit, Kuku Jari Kaki Meng-ungu, Plus, Embrio sudah jadi Janin.

Meski rasa pahit pada mulut dan lidah berasa kayak Stainless sudah dirasakan sejak minggu ke-6, tapi di minggu ke-10 rasa pahitnya konstan ngga hilang-hilang, menemani sepanjang hari sepanjang minggu. Aku mencoba menghisap permen mint, permen rasa beri, minuman dan makanan manis, namun tidak membantu. Untungnya padaku rasa pahit ini berlangsung konstan hanya 2-3 hari, lalu akan terjeda sebentar dan kumat 2-3 hari. Ini berlangsung naik turun hingga Minggu ke-12.

Hal aneh lain yang terjadi padaku adalah perubahan warna kuku-kuku jari kaki. Ini sempat terjadi sepertinya di Minggu ke-6 atau ke-7, namun hilang, dan kembali lagi di Minggu ke-10 dengan warna yang lebih jelas dan bertahan lama sekali. Warna ungu kebiruan ini muncul hanya di kuku-kuku jari kaki, tidak di kulit ataupun di bagian kaki lainnya. Sejauh penelurusan, kondisi ini disebut sianosis atau kondisi terhambatnya aliran oksigen pada tubuh, sehingga kuku jari sebagai bagian terujung dari tubuh mendapatkan oksigen yang sangat sedikit atau malah terhambat sama sekali. Kalau dipikir-pikir, tidak ada faktor internal bawaan atau eksternal yang memicu kemungkinan terhambatnya aliran oksigen ini. Dengan sok pinternya kami kemudian menyimpulkan bahwa penyebabnya bisa jadi adalah kebiasaanku menahan nafas selama trimester pertama--yang adalah untuk menangkal bebauan sekitar yang bikin mual. Kemungkinan kedua adalah penurunan suhu sekitar yang cukup drastis. Dalam kasus kami, bisa jadi karena AC yang kok ya terasa sangat dingin di malam hari.

Untuk itu, di Minggu ke-10 suhu AC mulai dinaikkan agar lebih hangat, Pak Suami mulai memijat telapak kaki dan jari-jari kaki setiap malam agar peredaran darah yang membawa oksigen lancar, dan setiap pagi jam 9 pagi aku berjemur di bawah jendela kamar sambil bermeditasi menarik dan menghembuskan nafas panjang selama 15 menit. Berharap makin banyak pasokan oksigen yang bisa diangkut darah dan bisa dirasakan juga segarnya oleh embrio, eh, si anak bayik dalam perut ini.

Berbahagialah Bumil-bumil, pada minggu ke-10 ini disebutkan bahwa embrio kita di perut sudah resmi berubah menjadi janin karena pertumbuhan-pertumbuhan organ utamanya sudah lengkap. Potensi keguguran dan kecacatan janin juga sudah nyaris menghilang. Entah kenapa, kabar ini membuatku jadi lebih sering mengusap-usap perut dan menebak-nebak dari sensasi yang dirasakan, di bagian perut mana anak bayik berada. Selain ya karena dalam kehamilanku, ukuran perut sudah lumayan maju, bikin sesak celana dan mblendung lumayan nyata. Enak buat diusap apalagi oleh suami. Eh.


Minggu ke-11: Deg-degan Periksa Kandungan!

Setelah sekian lama memilah milih, akhirnya pilihan Obgyn sudah di tangan. Kami memilih dr. Edwin Rakun, SpOG, sementara ini akan mencoba kliniknya yang ada di Kemanggisan, Jakarta Barat. Dengan pertimbangan jumlah orang yang lebih sedikit, kemudahan karena reservasi dapat dilakukan via telepon, review positif dari banyak pasien beliau, dan jarak yang cukup dekat dari rumah. Detail pemeriksaan kandungan pertama kali dan berbagai tips versi lebih detail mengenai pemeriksaan kehamilan saat pandemi bisa dibaca lebih lengkap di entri Jurnal Kehamilan #3 yak.

Secara keseluruhan, di minggu ke-11 ini, sudah cukup banyak informasi yang bisa didapatkan dari pemeriksaan pertama. Tentu saja denyut jantung sudah ada sejak lama, sekitar minggu ke-6 hingga ke-8, namun di minggu ke-11, ada banyak pemeriksaan lain yang bisa sekaligus dilakukan di antaranya panjang janin, usia kehamilan, perkiraan kelahiran, Nuchal Translucency (NT), dan pemeriksaan lain yang lebih akurat daripada pemeriksaan di minggu-minggu awal. Pada pemeriksaan pertama ini, diketahuilah kapan kemungkinan besar pembuahan terjadi (Sesuai prediksi sotoy kami, si bayi diperkirakan dokter berhasil terbentuk pada 8 April 2020, di mana Ibunya memang sedang dalam periode ovulasi). 

Yang membuat kaget adalah usia kehamilan diprediksi dari ukuran janin, tidak hanya dari Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) sebagaimana yang selama ini menjadi patokan kami dan aplikasi kehamilan kami. Bayi kami sendiri, dengan panjang 6,13 cm pada usia belum genap minggu ke-11 kehamilan, dilabeli memiliki usia 12 Minggu 3 Hari. Dengan kata lain, pertumbuhan panjang tubuhnya dinilai 1 minggu 3 hari lebih cepat dari usianya. 

Dan, siap-siap Bumils, banyak hal ajaib yang akan dialami kita dan suami saat mendengar detak jantung mahluk hidup lain di dalam perut, dan melihat buah hati kesayangan mewujud dalam bentuk tampilan gambar USG meskipun sebatas 2 Dimensi. Deg-degan, lega, senang, terharu, indescribable


Minggu ke-12: Penderitaan Mual Muntah (Hampir) Berakhir.

Secara total, berat badanku tidak mengalami kenaikan sama sekali selama minggu pertama hingga ke-12 ini. Berat saat menikah masih sama dengan berat di bulan ketiga kehamilan. Kekuatiran karena stagnansi berat badan ternyata tidak diperlukan di trimester 1, dokter menyatakan bahwa hal ini sangat normal mengingat buanyak sekali isi perut yang dikeluarkan selama masa-masa ini, dan sedikit sekali makanan yang berhasil masuk untuk menggantikannya. Artinya, selama berat badan tidak turun dari berat badan sebelum hamil, tidak ada masalah. Namun sebagai catatan, jika berat badan turun, segera lapor ke bidan atau dokter yaa untuk diberikan penanganan, bisa jadi berupa pemberian multivitamin atau infus. Ndapapa, demi dedek bayinya yang sedang sangat membutuhkan asupan nutrisi!

#TipsBumilAmatir #BeratBadan: Sediakan timbangan berat badan di rumah, dan timbang setiap minggu agar bisa bertindak cepat jika terjadi penurunan berat yang signifikan, atau malah kenaikan yang di luar kewajaran.

Dalam kehamilan ini, seakan kompak dengan jurnal dan artikel kehamilan yang berseliweran dibaca Ibunya, si anak bayik sudah sangat-sangat kooperatif di akhir trimester 1. Mual dan muntah yang biasanya terjadi sampai 6 kali sehari, berkurang drastis di minggu ini, menjadi hanya 2-3 kali per minggu. Bumil inipun dibuat kaget bahwa perubahannya terjadi secepat dan sedrastis ini. Meski tidak bisa serta merta kembali ke kondisi penciuman dan indra pengecap normal, setidaknya di minggu ini, makan menjadi sedikit lebih enak, tidak terlalu diganggu rasa mual dan pusing ala sindrom trimester pertama. 

Seakan-akan melihat cahaya matahari di ujung gua yang gelap (halah), rasanya senang sekali mendapati tanda-tanda ini, dan mengakhiri drama-drama telenovela trimester pertama. 

Selamat datang trimester kedua!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Devil Spends Korean Won!

My Rareness Has A Name: Kosmemophobia!

"Perkenalkan, Saya Tante Fatimah."

Arsip #3 - Bicara Musik Indie: Tentang Counter-Culture Kapitalisasi Seni

Ibuku?