Filosof Spesialis Pertanyaan Remeh Temeh #1: Huruf, Kata, Bahasa.*
Huruf itu luar biasa, ya?
Maksudku, sistem merangkai huruf
menjadi kata, lalu tulisan, itu luar biasa.
Begini. Kita mengenal 26 huruf,
mungkin kurang atau lebih untuk negara yang memiliki sistem huruf sendiri. Kita
pakai saja huruf latin A B C. Kelihatannya sepele ya? Apa hebatnya jajaran
huruf yang ada 26 biji itu?
Dengan matematika peluang, dalam hal ini permutasi (jangan ditimpukin kalau salah), jatuhnya kalau tidak salah seperti ini:
Dengan matematika peluang, dalam hal ini permutasi (jangan ditimpukin kalau salah), jatuhnya kalau tidak salah seperti ini:
n = 26 (A-Z)
r = 2 (kombinasi huruf: AB, BE,
TA, CA, dst)
Peluang = n! = 26! = 26.25.24! = 650
(n - r)! (26-2)! 24!
Artinya bisa tercipta 650 peluang kata dari gabungan dua huruf saja. Untuk menciptakan kata yang terdiri dari 3 huruf,
misalnya, kita memperoleh 15.600 variasi. Untuk 5 huruf akan ada 7.893.600 peluang kata. Bagaimana dengan kata yang terdiri
dari 6, 7 atau 10 huruf? (Jangan salah, 15 huruf pun ada. Eh, pernah dengar bakteri Pneumonoultramicroscopicsilicovolcanoconiosis? Itu 45 huruf! Atau mau yang lebih oke? Ada kombinasi 1913 huruf.) Berapa ratus biliun kata yang bisa tercipta di dunia ini?
Ajaib itu bukan cuma jumlah variasinya, tapi: Pertama, ketika para pencipta melakukan proses penciptaan sistem huruf. Luar biasa! Mereka pastilah para jenius yang telaten, sabar dan punya daya imajinasi tinggi untuk bisa memikirkan bahwa huruf A dibunyikan a, D diucapkan de, S berbunyi es dan seterusnya. Korea Selatan adalah negara yang sangat menghargai ajaib dan jeniusnya pencipta sistem huruf, yang di negara mereka adalah kaisar Se Jong, yang menciptakan dan mem-baku-kan sistem huruf Korea hingga--menurut dosen bahasa Korea-ku--menjadi yang terbaik dan terefektif di dunia. Kaisar Se Jong menjadi semacam pahlawan yang namanya setelah berabad-abad kemudian masih happening dan diabadikan di lembaran uang kertas, nama jalan, gedung atau sebagai nama institusi sebagai Bapak Hangeul (Sistem huruf Korea).
Kedua, ketika huruf-huruf yang kelihatannya tidak terlalu penting ketika berdiri sendiri, bisa terangkai menjadi sebuah kata, yang jika disebutkan bisa membuat lawan bicara kita paham apa yang ingin kita sampaikan. Huruf, kata, lalu kalimat. Sampai di sini, di kalimat, lawan bicara kita akan jauh lebih paham apa yang ingin kita sampaikan. Semua ini bermula dari huruf-huruf yang sebelum dirangkai kelihatan tidak berguna, loh. Begitulah. Dengan demikian aku jadi lebih menghargai si huruf.
Kedua, ketika huruf-huruf yang kelihatannya tidak terlalu penting ketika berdiri sendiri, bisa terangkai menjadi sebuah kata, yang jika disebutkan bisa membuat lawan bicara kita paham apa yang ingin kita sampaikan. Huruf, kata, lalu kalimat. Sampai di sini, di kalimat, lawan bicara kita akan jauh lebih paham apa yang ingin kita sampaikan. Semua ini bermula dari huruf-huruf yang sebelum dirangkai kelihatan tidak berguna, loh. Begitulah. Dengan demikian aku jadi lebih menghargai si huruf.
Tapi, lebih awal dari itu semua, tentu
saja, sebelum menciptakan sistem huruf lalu tulisan, manusia menciptakan bahasa
dahulu, kan?
Nah, proses penciptaan bahasa
adalah pertanyaan yang aku selalu ingin temukan jawabannya sejak duduk di
bangku SD kelas 3.
Mari membayangkan (lagi).
Manusia purba yang tidak (belum)
punya bahasa lisan, mengekspresikan sesuatu lewat suara sederhana atau bahasa tubuh. Hal ini niscaya
untuk semua mahluk hidup. Maksudku, hewan saja punya bahasa tubuh, bukan? Kalau
mengantuk kucing akan menguap, kalau mau kawin, burung Merak melebarkan sayap
ekornya untuk menarik perhatian betina. Mereka bisa memberi sinyal-sinyal
tertentu pada lawan bicaranya. Tanamanpun akan mengeluh jika kekurangan air,
dengan menjadi layu misalnya.
Kembali dulu ke manusia purba.
Aku penasaran, kapan dan bagaimana para pelopor di antara mereka menemukan titik
di mana mereka berpikir “Oke, gue capek tepuk-tepuk paha mulu buat manggil lo.
Kalo mau minta tolong juga gue kudu bikin asep-asep segala. Bikin bahasa aja yok!”
Tapi satu pertanyaan muncul di
benakku yang agak oon ini: bagaimana mereka berpikir untuk membuat bahasa? Bagaimana
mereka menggagas bahasa sementara mereka belum punya media untuk berpikir? Maksudku, manusia
modern (baca: kita) berpikir, bergumam dalam hati atau membuat gagasan di
kepala menggunakan apa? Betul, bahasa! Bagaimana manusia purba bisa berpikir untuk
menciptakan bahasa, atau membuat kesepakatan untuk menciptakan bahasa jika
untuk mengkomunikasikannya saja mereka tidak punya bahasa?
Ini sama saja dengan mencari ayam
atau telur duluan yang diciptakan.
Tapi, dilema ayam dan telur pun
pada dasarnya bisa dijawab. Tentu saja ayam duluan, sama seperti manusia dibuat
dulu, baru ada ovum atau sprema. Seharusnya pertanyaan soal bahasa ini juga
bisa dijawab.
Jawaban sementaraku (nanya
sendiri, jawab sendiri) yang agak memuaskan sejauh ini adalah, manusia, menurutku, selalu
memiliki fase 'nyaman', di mana mereka
sudah merasa puas dengan apa yang mereka miliki dan sudah bisa melakukan apapun
yang mereka butuhkan pada masa mereka.
Contohnya, kita saat ini merasa tidak ada yang kurang dengan kehidupan kita.
Mau makan bisa delivery atau masak dengan kompor gas, microwave, oven. Takut makanannya basi? Ada kulkas, kok. Mau berkomunikasi dengan orang yang
jauh, ada ponsel, smartphone, internet. Mau mengetahui dunia satu arah? Ada televisi,
buku dan e-book. Ginjal kiri rusak? Ada transplantasi. Mau jadi lebih cantik?
Ada operasi plastik!
Tapi coba kembali ke sekitar 30
tahun yang lalu. Orang yang hidup 30 tahun yang lalu pasti sudah merasa puas
dengan telegram dan telepon saja. Tidak merasa memerlukan internet dan
smartphone, atau skype. Semua baik-baik saja. Jika ada mesin waktu, dan
manusia 2012 bisa kembali ke tahun 1960-an, kita akan mati kutu dan
bertanya-tanya, bagaimana bisa manusia tahun 60-an hidup tanpa handphone dan
internet? Atau, bagaimana bisa manusia tahun 1801 hidup tanpa listrik? Tapi
toh, mereka biasa-biasa saja, tidak ada masalah.
Namun, manusia tahun 2012 yang
kebetulan jalan-jalan ke tahun 2052 misalnya, akan terheran-heran, bagaimana
manusia era tersebut begitu mudahnya berpindah lokasi dengan transporter
(mungkin), membuat makanan dengan mesin pembuat makanan dengan tombol sekali
tekan dalam waktu 5 menit (ini mungkin loh), atau tetap bisa berada
bersama-sama keluarga meski jarak mereka berjauhan, lewat komunikasi supersmart
communicator (mungkin begitulah namanya nanti) yang meproduksi hologram padat
yang menyerupai manusia asli? (mungkin loh, mungkin). Manusia pada masa itu
mungkin tidak habis pikir, bagaimana kita manusia 2012 bisa hidup senang dengan
hanya memiliki smartphone sementara di dunia ini ada yang namanya supersmart
communicator?
Manusia selalu berada pada fase 'nyaman' di tiap tahap kehidupannya, di
mana mereka sudah merasa puas, berkecukupan dan terfasilitasi oleh apa yang
sudah ada. (Hal ini mungkin tidak berlaku untuk para penemu yang selalu ingin
menciptakan sesuatu yang tidak biasa). Manusia purba mungkin saja sudah merasa
puas dengan cara berkomunikasi yang mereka punya: menepuk-nepuk tangan, paha,
melolong, atau membuat asap, untuk berkomunikasi. Tetapi segelintir di antara
mereka (kita sebut para penggagas dan calon penemu bahasa) berpikir bahwa
seharusnya ada sesuatu yang lebih memudahkan mereka berkomunikasi.
Dan bagaimana mereka membuat
gagasan itu di kepala mereka?
Mereka tidak perlu bahasa, karena
mereka baru akan menggagas bahasa.
Maka mereka berpikir dan menggagas penciptaan bahasa di dalam otak mereka hanya
menggunakan cara lumrah mereka berkomunikasi pada saat itu. Mereka sedang ada
dalam fase nyaman, tetapi sudah mulai
berpikir untuk mengembangkan sesuatu yang baru dan besar. Seperti penemu tahun
2012 yang masih nyaman dengan kehidupannya dan bisa berkomunikasi dengan Skype, tetapi masih
berusaha menciptakan bentuk hologramnya. Cara manusia purba ini berpikir? Dengan hanya menggabungkan konsep-konsep, bukan kata-kata. Dengan berkhayal misalnya, lalu membagi idenya dengan menggongong, melolong ke
rekannya, atau apapun itu. Toh, bagi mereka cara itu mampu memfasilitasi
komunikasi.
Yah, begitulah. Maafkan tulisan yang tidak jelas ini. Hanya saja aku pikir, aku mungkin harus menuangkan
pertanyaan-pertanyaan dan pikiran-pikiran aneh seperti ini ke dalam sebuah pensieve (Ah Pensieve! Mengingatkanku pada betapa cerdasnya JK Rowling melakukan kombinasi dari 62 milyar kemungkinan variasi kata-8-huruf lainnya untuk menciptakan kosakata fiksi baru). Akan lebih bagus kalau
bentuknya baskom deh, bukan blog, jadi tidak perlu merepotkan pembaca. Tapi,
siapa tahu di masa depan baskom semacam pensieve bisa benar-benar ada?
Terima kasih.
*Pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul ketika sholat Ashar di mushola kantor. *Sholat kok mikir?
*Pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul ketika sholat Ashar di mushola kantor. *Sholat kok mikir?
Komentar