Welcome to the Jungle of Working Class! Rrrrrr!

Mungkin lebih baik meninggalkan Jogja dengan cara begini, ya? Berpura-pura bahwa aku pura-pura mau pulang mudik lebaran (artinya, benar-benar cuma niat mau mudik lebaran!), beli tiket pulang jam 1 siang, berangkat jam 4 sore, membawa 3 lembar baju dan 1 jins cadangan, petantang petenteng pulang ke rumah dengan rencana A-Z untuk melanjutkan bisnis bersama pangeran kodok ketika pulang ke Jogja, dan melakoni rutinitas mudik yang biasa. Masak-masak, makan-makan, tiduran, dagang sop buah di pasar Bedug, makan-makan lagi, masak-masak lagi, ah, mudik..

Tapi siapa sangka ini bukan mudik biasa, tapi 'pulang permanen'. Pertengahan bulan lalu, PT Partominah Oh-Beb (Baca: Pertamina UBEP) Adera, sedang membutuhkan tenaga tambahan untuk mengisi posisi CSR yang notabene jadi istilah asing di perusahaan yang lokasinya menyelusup jauuuuuh di pelosok Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan ini. Pada saat dinyatakan lolos seleksi administrasi dan memasuki sesi interview user, Aku datang ke user (Yang ternyata adalah langsung Field Manager) dengan pemikiran rasional yang-penting-jangan-nganggur, membawa resume sesuai berkas lamaran yang aku kirim dan langsung diwawancara. Field Manager yang mewawancaraiku langsung ternyata adalah pria usia 50-an yang punya pembawaan sangat tenang, murah senyum dan tipe pendengar yang penuh respek. Beliau mengaku suka pembawaan dan track record-ku. Karena kemudian tidak ada kabar baik, aku kembali pada pemikiran bahwa habis lebaran aku balik ke Jogja.

Beberapa minggu kemudian, 3 hari sebelum lebaran, ada kabar yang masuk bukan dari HRD maupun dari email, namun mellaui sms yang bunyinya begini: "Sdri. Miranda, Anda saya angkat jadi staf ahli saya saja ya? Nanti diusahakan untuk selalu membantu pemikiran-pemikiran saya terkait CSR perusahaan. Salam."

Jegerrrrr!

Bagai petir di siang bolong, tiba-tiba aku dihadapkan pada posisi yang dilematis. Aku masih dalam kondisi berduka cita karena lamaran di posisi pejabat diplomatik kementrian luar negeri batal di-submit, gara-gara kantor pos kota ini tutup lebih awal dari yang seharusnya (*cari kambing hitam). Jadi setidaknya aku masih membayangkan berkarir di ranah yang tidak membuang ilmu politik-ku sama sekali. Aku masih berharap menjadi jurnalis handal yang juga penulis buku, atau pegawai entry-level PBB yang bisa kerja di nyuyork, atau editor di perusahaan penerbitan yang sedang berkembang (*biar langsung jadi kepala editor :D). Bekerja di perusahaan tambang minyak dan gas, meskipun sebagai CSR, tetap saja perusahaan tambang minyak dan gas, out of my comfort zone.

Tapi di situ lah tantangannya. Salah seorang teman bilang, bekerja itu membuat kita tahu caranya menghargai uang, tau hal-hal praksis yang jarang kita tau, dan mendidik kedewasaan. Lagipula, 3 bulan menganggur pasca wisuda itu nggak enak. Serba salah. Mau minta orang tua? Ya ampun umur segini.. Mau bisnis? Modalnya manaa modalnyaaa. Kalau lebaran, biasanya cucu-cucu yang notabene satu generasi denganku (oke, aku cucu tertua dari dua belah keluarga besar Padang-Palembang, itu sebabnya aku ini pempek rasa rendang *penting) dapet lembaran uang THR biru-biru yang masih baru, mulus dan bau bank. Sedangkan aku? Pelajar? Jelas bukan. Mahasiswa? Bukan lagi. Pekerja? Belum. Mau kasih THR? Pake apa? Daun Sirih? Ya apa mau dikata, melayang sudah masa-masa dapet amplop THR :'(

Akhirnya. Aku terima tawaran Pak Field Manager.

Kembali ke proses meninggalkan Jogja yang tidak dramatis sama sekali, aku sedikit bersyukur tidak sempat menjalani ritual foto-foto di Tugu, naik Trans Jogja satu rute penuh, atau farewell dinner bareng teman-teman tercinta. Karena kalau itu aku lakoni, kesan yang timbul adalah 'sampai jumpa Jogja', dan aku lebih memilih meninggalkan kesan 'I'll be back', walaupun aku nggak tau bakal bisa sering-sering balik atau nggak. Aku menelepon pangeran kodok dan bilang bahwa aku akan menetap permanen di Sumatera. Sedikit ngarep ditangisin atau didramatisir ala drama Korea. Gagal :D

Kata ahli-ahli astrologi (*why do I even put this in?), zodiakku punya ciri suka petualangan. Kerja di pelosok yang untuk sampai ke perbatasan kabupaten saja harus menyeberangi sungai dengan kapal getek, di hari pertama mengalami macet di tengah sungai karena eceng gondok yang nyangkut di mesin kapal, dievakuasi sampan yang bocor, memanjat tebing berlumpur untuk sampai di hulu sungai, sandal putus, melintasi hutan karet sambil nyeker, terpeleset di kamar mandi kantor, kecelakaan tunggal di belokan menuju area perkantoran, belum lagi harus menghadapi resiko penodongan dan penjambretan yang makin marak karena kebun karet warga sedang dilanda kekeringan, sampai harus diurut dengan menyakitkan oleh mbah-mbah yang nggak ngerti bahasa apapun kecuali bahasa dusun, itu yang aku sebut petualangan!

Secara harfiah, aku mau bilang pada para fresh-graduated: welcome to the jungle of working class!









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Devil Spends Korean Won!

My Rareness Has A Name: Kosmemophobia!

"Perkenalkan, Saya Tante Fatimah."

Arsip #3 - Bicara Musik Indie: Tentang Counter-Culture Kapitalisasi Seni

Ibuku?