Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Obrolan di Atas Sepeda Motor #6

Be, bagian depan mobil-mobil itu kayak muka orang nggak sih? Hahaha iya.. Lampunya mata, bempernya mulut.. Avanza yang itu, kesannya punya muka serius, gigih, fokus. Vios kayak cewek introvert. Truk itu kayak muka Bapak-bapak pemarah, ada kumisnya juga.. Iya! APV dong APV, kayak orang mau nangis. Haha.. (Di sekitar Gereja Kotabaru, Yogyakarta, 2012)

Indonesian Bokembap, Indonesian Bokembap!

Gambar
Mendadak pengen nasi goreng.. *ngeces* Cerita ini tidak tau mau dimulai dari mana. Awalnya sedang googling-gooling biasa, sebelum tiba-tiba terpikir bahwa orang Indonesia kok sepertinya nggak pedean. Tema nggak pedean -nya kali ini tentang makanan. Indonesia itu surga makanan! Surga wisata kuliner, surga rempah-rempah, surga bumbu masakan, surga tukang masak, surga tukang makan *tunjuk diri sendiri. Indonesia memiliki 5300 lebih resep asli tradisional dari Sabang sampai Merauke yang tercatat oleh pemerintah. Begitu kayanya sampai-sampai kita akan sulit menyebutkan apa makanan tradisional Indonesia. Tidak seperti Italia yang punya Pizza dan Pasta, Jepang dengan Ramen dan Sushi atau Korea dengan Kimbap dan Kimchi. Makanan tradisional Indonesia? Semua daerah, semua provinsi punya, dalam jumlah yang sangat banyak, beragam dan sangat jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Sayangnya, orang Indonesia tidak menggunakan nama asli makanan ketika membawanya ke level internasional. Maks...

Skripsi dan Semangkuk Ceri

Gambar
Mungkin aku bosan dengan rutinitas nocturnal , proposal skripsi yang tak kunjung mendapat bubuhan tinta Acc, jauh dari sahabat-sahabat Kertonegaran-ku, dan ketidak-meletup-an perasaan bersama pangeran kodok. Dini hari ini aku sangat sangat sangat terasing. Sepi. Anti sosial. Hanya ada satu tempat yang tidak pernah mengecewakan: rumah. Aku merindukan rumah. Terutama adik bayiku yang sudah punya enam gigi. Rindu sekali, lebih meletup-letup dari pada dulu waktu aku jauh dari adikku hampir enam bulan lamanya. Tapi—terima kasih pada teknologi seadanya yang aku miliki saat ini, aku bergerak sedikit dari bantal. Beringsut-ingsut turun dari kasur, aku mengintip video yang aku rekam bersama adik-adikku di rumah. Serba salahnya adalah, aku malah semakin rindu setengah mati.             Aku pakai cara lain. Terima kasih untuk Mocca, aku memutar “Happy”-nya di laptopku, mengencangkan volume-nya dan ‘Semangkuk Ceri’ dari Mocca me...

Obrolan di Atas Sepeda Motor #5

Pasca baca makalah seorang mahasiswa Sospol: Kenapa kita harus bayar mahal tiap semester untuk membuat rumit hal-hal yang sebenarnya akan baik-baik saja tanpa perlu dibuat rumit? (Jalan Jambon - Tepatnya ngobrol dengan diri sendiri, 2011)

Obrolan di Atas Sepeda Motor #4

Makan di mana enaknya ya? Pengen nyoba yang baru ah. Apa dong? Warung Pak Kobis! Pedes.. Ayam yang dibilang Mbak Intan itu? Tutup.. Kalo yang kemaren kita liat di Jokteng? Ntar malah nggak enak.. Nyobain agak ke utara aja.. Pasti mahalll.. Jadi? Pak Sondemo aja ya.. *Tepok jidat (Yogyakarta, Selalu begini, setiap hari)

Obrolan di Atas Sepeda Motor #3

Be.. Apa? Gelandangan sama pengemis punya bisa punya anak kecil-kecil? Pada kawin nggak ya? Kalau punya anak ya berarti kawin dong.. Bukaaan, kawin legal, nikah maksudnya.. Mereka punya duit nggak buat ke KUA ya, ngurus pernikahan? Nikah siri kan bisa.. Kalau nggak punya duit buat bayar penghulu? Ya nggak nikah.. Kalau gitu pembuatan anaknya gimana dong? Hahahahaha.. iya ya.. (Perempatan MM UGM, 2011)

Obrolan di Atas Sepeda Motor #1

Tau nggak aku lagi mikir apa? Apa itu? Mungkin, warna yang selama ini kita lihat bukan warna yang sebenarnya Tuhan lihat ya? Mungkin mata kita itu punya efek menipu, tapi karena semua orang mendapatkan efek yang sama, semua orang berpikir bahwa merah itu merah, hitam itu hitam, jadi kita merasa nggak ada yang salah. Walaupun sebenarnya di luar indra penglihatan kita, merah itu hitam, hitam itu merah.. Hmmmmm.. (Perjalanan dari Jalan Bantul menuju Jogja, 2012)

Keracunan yang Bikin Kecanduan

Gambar
Ketika hentakan intro yang familiar itu dimulai, penonton serentak bangkit dan berjingkrakan di depan panggung pendek itu. Mars Penyembah Berhala benar-benar pembius! Kali ini tak hanya Ugo dan kawan-kawan yang kesurupan, namun seisi Langgeng. Lirik demi lirik meluncur deras seperti terbiasa diucapkan setiap hari. Saya yang duduk lesehan di atas rumput di deret paling belakang taman kecil terbuka di Langgeng Art, yang sepanjang sesi pertama dan kedua menikmati dengan manis lagu-lagu yang saya sudah hapal betul liriknya, di sesi akhir ini seperti tertarik gravitasi kuat untuk melonjak berdiri,  dan sejurus kemudian tak sadar sudah berjingkrak-jingkrak di tengah kerumunan. Puas. Puas sekali, antusias, meletup-letup sekaligus merasa kehilangan. Se-gado-gado itulah perasaan yang terlintas setelah hadir langsung di Langgeng Art Foundation 27 Juli lalu, menyaksikan sekumpulan seniman yang sedang bermusik yang menamai diri mereka Melancholic Bitch. Sebabnya, in...

A Warmness That I Miss: Hanok, Sunshine, New Family

Gambar
I didn't expect that living overseas will give me hospitality as much as what I get from my home country, Indonesia.  But I was a little bit wrong.  In my second month in Korea, I've been accepted as a member of 2011 Hanok Stay Program, held by Korean Tourism Organization. This annual program helped foreign students from any countries to feel cultural experience in Jongno-Gu, Seoul, where there were hundreds of rebuilt Hanok--Korean Traditional House. After a long stupid first journey to Seoul by KTX with my New Zealand friend, Rebecca, and after dropped a cup of coffee in an Ahjussi's outfit in a restaurant, we (finally) arrived at 9.30 am sharp in KTO. We made it, I might add, without any help from Korean or information center. Thanks to a brilliant transportation arrangement, that could help you find where to go among 6 different subway lines with hundreds of stations.  With a help of Ms. Park's English translation--a 55 or more years old attractive lady...

Layang-Layang Sutera

Gambar
Aku tak mau menyebut ini resensi. Ini hanya luapan perasaan yang memang harus dikeluarkan setelah menyelesaikan 158 halaman buku (aku tak punya istilah yang cocok untuk jenis buku macam ini, jurnal semi-novel mungkin?) yang ditulis sahabatku, Anggi Lean Sari. Selalu, butuh waktu yang tidak sedikit bagiku untuk menyelesaikan sebuah novel atau buku, fiksi atau non-fiksi. Entah baik atau tidak, aku punya kebiasaan menunggu waktu yang tepat, posisi yang nyaman dan mood yang baik untuk mulai membaca--dan itu tidak terjadi setiap saat. Selain itu, menyelesaikan satu bab saja bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Aku mencerna setiap kalimat sampai puas, bahkan terkadang ada dialog yang tempo dan pengucapannya jelas tergambar di kepalaku, hingga aku sering bersuara tanpa disadari untuk menyelesaikan pemahaman yang kutakutkan akan ambigu. Dan sering--bahkan hampir selalu--aku membolak balik halaman untuk mencari dialog atau kalimat yang ada hubungannya dengan halaman yang sedang kubaca...

From Dust to Dutch - Changing Conservative Mindset in Educating Children of The Poor

Gambar
FROM DUST TO DUTCH:  CHANGING CONSERVATIVE MINDSET IN EDUCATING CHILDREN OF THE POOR Miranda Syevira, Indonesia [1] Tulisan ini juga bisa dilihat di  website resmi South East Asian Ministers of Education Organization , sebagai artikel terbaik ketiga dalam SEAMEO-Australian Government International Press Award . For them, there are no limits to break the limitations. They create their own way to bring these children up to see a brighter future than singing road to road or being scavengers. Two years ago, I met two children in kampung Juminahan near Code River, wearing oversized shirt, bringing a cup of Rupiah’s coin and singing in front of me, no guitar, no sandals or shoes, no adults beside them. When I asked them what did they do and don’t they go to school tomorrow morning, they shouted in Javanese language:  aku ra tau sekolah mbak, mung nggolek duit, luwih penak  (we never attend school, miss. It is better to looking for some money) And ...

Bukan, bukan LPJ. Ini curhat dan pengakuan dosa..

        Tiga belas bulan. Kalau dipakai menghitung usia orang hamil, istilahnya Bunting Kebo. Berarti anak yang akan lahir diibaratkan sebesar anak Kerbau. Ya, Sintesa hamil anak gemuk-gemuk selama tiga belas bulan. Sering mual, muntah-muntah, doyan bermalas-malasan dan kadang tidak nafsu makan. Tapi toh mereka lahir juga, dan izinkan saya memperkenalkan mereka satu per satu. Indikator: Ketika isu ketidakadilan penerimaan dan bobroknya teknis seleksi beasiswa di Fisipol terlupakan, kita angkat dia kembali agar orang-orang ingat dan sama terusiknya seperti awak Sintesa yang dengan gigih melahirkan indikator pertama di kepengurusan 2010. Just Do It (Baca: Cuma Duit). KIK, renovasi gedung-gedung Fakultas, dan rencana pengembangan berbagai aset yang anyirnya tercium luas di dunia maya membuat Standar Semu WCRU harus mengorbit. Bentuk sikap mahasiswa terhadap keinginan (atau ambisi?) universitas menu...